PERBINCANGAN NILAI DIKALANGAN
PARA FILSUF
Disusun
guna memenuhi tugas Semester Gasal
Mata Kuliah :
Filsafat Dakwah
Dosen Pengampu
: Mas’udi, S.Fil.I.M.A.
DI SUSUN OLEH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN DAKWAH/BKI
2014
Pembahasan
Nilai
menjadi salah satu cabang filsafat yaitu oksiologi terdidiri dari
perkataan”axios”. Yang berrati nilai dan “logos” yang berarti ilmu jadi
secaraharfiah aksiologi berarti ilmu tentang nilai.
Ada
dua cabang filsafat yang membahas tentang nilai yaitu etika dan etetika. Etika
membicrakan hal baik buruk perbuatan manusia, sedang estetika membicarakan
indah tak indah pada sevi yang dibuat oleh manusia atau bukan manusia.
Fisafat
etika mulai ada sejak abad kelima sebelum masehi dengan tokoh utamanya adalah
Socrates. Menurut Socrates, suara pikiran terdapat didalam suara tubuh (asand
mind in a sound body).maksud dari pendapat Socrates berkaitan mental. Seorang
yang sehat bukan hanya pada aspek fisiknya saja, tetapi menyangkut jiwa yang
terwujud dalam bentuk etika manusia. Menurut thrasymachus yang menyatakan bahwa
keadilan adalah fungsi dari kekuatan (jusfice is the rule of the stronger) dan
Protagoras menyatakan bahwa manusia adalah penentu segala sesuatu (man is the
measure of all thigs) jawaban semakin sistematis tentang etika ketika plato
mengkonstruk secara sistematis hubungan antara alam, manusia dan tuhan
Menurut
plato, kebaikan itu terkait dengan realita dan realita itu ada didalam akal
(otak), kemudian perilaku manusia yang bernilai digerakkan dari persepsi dan
kesenangan fisik. Dari filsafat karakteristik sesuatu atau benda itu bernilai.
Dimana sesungguhnya letak nilai itu? Pada barangnya atau pada orang yang
menilai? Dari pertanyaan tersebut muncul dua pandangan yaitu kaum subjektif
dengan kaumobjekfit.
- Kaum
subjektivis menunjukkan dengan jelas tentang subjektivitas nilai. Contohnya
letak nilai pada perangko, yang terletak didalam kualitas kertas, atau dalam
keindaan gambarannya atau dalam cetakannya,
- Contoh
lain nilai perangko tidak akan bernilai jika bukan orang yang mgemar filateli
1
|
1Poedjawiyatma,
etika filsafat tingkah laku,
Jakarta, Rineka cipta, 2003 hal 198
|
Sedangkan
kaum objektivitas mengatakan bahwa siapa orangnya yang mampu mempertaruhkan
hidupnya hanya untuk menyelamatakan orang yang sedang tenggelam, terutama jika
orang tersebut musuh kita, kita dapat melakukan penyelamatan apabila kita mau
melakukan kewajiban kita menempatkan kewajiban diatas kesenangan dan
ketidaksenangan kita.
Begitu
juga kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan tergantung
pada objektivitas fakta. Kaum objektivitas mengtakan ketidaksesuain mengacu
pada benda bukan pada nilai, bukan pada nilai. Tak seorang pun yang bisa gagal
menghargai keindahan, kalaupun terjadi karena orang tersebut tidak dapt
mengenali kehadiran keindahan dalam objek tertentu.
Menurut
frankel mengatakan “para pekerja social dan tenaga-tenaga profisonal lainnya
menrima dan menghadapi tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral yang lebih
penting ialah menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk menilai kondisi
dan disi actual dan akibat-akibat dari tujuan yang kita kejar serta meninjau
kembali tujuan-tujan itu bila kita menemukan bahwa tujuan tersebut bukanlah apa yang kita pikirkan atau
harapkan. Nilai-nilai diterima, dikukuhkan dan dilembagakan dalam masyarakat
dengan cara yang berbeda-beda. Contohnya adalah norma-norma social. Selain itu
morma menjadi peraturan social yang mengkhususkan apa yang diharapkan atau apa
yang boleh bagaimana, dan kepada siapa tanggung jawab atas atas peristiwa san
akibat-akibatnya diletakkan.
Kaum
hendonisme menyatakan bahwa dianggap
baik bila mengandung kenikmatan dan kepuasan bagi manusia. Sementara bagi kaum
vitalisme, baik buruk ditentukan oleh ada atau tidak adanya kekuatan hidup yang
dikandung oleh objek yang dinilai manusia yang kuat tidak adanya kekuatan hidup
oelh objek yang dinilai-manusia yang kuat ulet, cerdas, itulah manusia yang
baik. Tetapi utiliterisme menyatakan bahwa yang baik adalah yang berguna kalau
ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut kegunaan individual. Jika berlaku
dalam masyarakat (Negara)disebut kegunaan social.
2
|
Selain
itu aksiologi merupakan perubahan ilmu sejak masa revolusi industry yang juga
disebut sebagai revolusi social. Revolusi industi member pergesaran dari
industry rumah menadi padat modal. Dengan adanya persaingan dalam berdakwah
memerlukan ilmuwan untuk melakukan penelitian dilapangan sebelum hasilnya
dlempar kepasar. Peningkatan kualitas prodok sangat diperlukan untuk dapat
memenangkan persaingan. Aksiologi ilmu kemudian diarahkan pada proses. Proses
untuk meningkatkan mutu produk. Dalam hal ini produk dakwah da.i dan mad’u
kemudian terus bekerja sama dan saling berinteraksi.2
Selain
itu nilai dikalangan para filsuf yaitu tentang ada seperti etika dan
estetika. Etika sendiri kali dinamakan
filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik dan buruknya tingkah
laku manusia. Jadi dalam filsafat ini manusia dipandang dari segi perilakunya.
Pada zaman Socrates etika ini amat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Dpat
pula dikatakan bahwa etika ini amat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Dapatpula dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kesusilaan, yang
menetukan bagimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Jadi, dlam filsafat
ini manusia juga dipandang dari segi perananya sebagai anggota masyarakat. Pada
hakikatnya, nilai tindkan manusia ditentukan pada tempat dan waktu, dismaping
itu baik dan buruknya perilaku manusia ditentukan sudut pandang masyarakat
sebagai contoh, perilaku manusia ditentukan oleh sudut pandang masyarakat didaerah
tertentu, dapat dianggap kurang sosila oleh alangan masyarakat didaerah lain.
Yang
kedua estetika dalah seni dan keindahan merupakan persalan yang ditelaah oleh
cabang dilsafat estika ini. Adapun yang ditelaah atau dibahas mengenai
keindahan ialah kaidah mapun sifat hakiki an keindahan. Cara menguji kein dahan
dengan perasaabn dan pikiran manusia, penilaian dan apresiasi terhadap
keindahan. Meskipun pada dasarnya estetika sudah ditelaah sejak 2500 tahun yang
lalu diberbagia daerah seperti babilonia mesir, india, china dan yunani, istlah
estetika sendiri baru dikemukakan oooelh baungarten seorang filsafat jerman
pula tahun 1750.
Plato
mengemukakan pendapatnya bahwa seni adalah keterampilan memprouksi suatu, jadi
apa yang isebut seni adlah suatu tiruan. Dikemukakan sebagai contoh bahwa
lukisan tentang suatu pemandangan alam sesungguhnya adalah tiruannn dari
pemandangan alam yang pernah dilihat oleh pelukisnya.
3
|
2Am
Suwarma, Poedjiadi Anna, Filsafat
Ilmu, Jakarta, Universitas terbuka, 2013 hal 18
|
Sebagai
cabang filsafat, setetika mengalami perkembangan dari zaman yunani kuno, zaman
romwi, abad pertengahan hingga abad ke-20. Boleh dikatakan bahwa setiap periode sejarah dan masyarakat
menampilkan pemikiran tentang estetikanya sendiri. Ahli setetika islam myang
terkenal ialah Abu nasr al-farabi (870-970) yang membahas terutama mengenai
estetika dibidang music karena selain filsf dan ahli ilmu kealaman, ia juga
seorang ahli music.3
Sebagai
bapak etika islam, Maskawaih dikenal juga sebagia guru ketiga (Al-Mu’alimam
Al-Tsalits), setelah Al-farabi, yang digelari guru kedua (Mu’alimam Al-Tsani).
Sedangkan yag dipandang sebagia guru pertama (Mu’alimam Al-Awwal) adalah Aris
toteles teorinya tentang etika secara rinci ditulis dalam kitabnya itu menjadi
tujuh bagian bagian pertama membicarakan perihaljiwa yang merupakan dasar
pembahasan akhlak. Bagian kedua membicarakan perihal kebajikan dan kebahagiaan
yang merupakan inti pembahasan tentang akhlak.bagian keempat membicarakan
perihal keadilan nagian kelima membicarakan perihal pengobatan
penyakit-penyakit jiwa.
Sesuai
denga pembagian kita tahzib menjai tujuh bagian, kita dapat melihat bahwa
tiap-tiap bagian tidak hanya berbicaa tentang suatu topic khusus. Melainkan
banyak hal lain juga yang dibicarakan masah jiwa, tidak secara tuntas maslahnya
diselelesaikan, perihal kekuatan jiwa dibicarakan dalam bagian kedua. Dalam
bagian pertama yang membicarakan masalah jiwa, tidak secara tuntas masalahnya
diselesaikan, perihal kekuatan jiwa dibicarakan dalam bagian kedua. Dlam again
ketiga dibicarakan juga keabadian jiwa yang menurut aristoteles.
Dalam
teori estika musyawarah bersumber pada filsafat yunani peradaban Persia ajaran
syariat islam dan pengalaman pribadi. Engaruh plato, aristoteles dan calen amat
jelas dalam teori etika maskawaih. Usaha maskawaih adalah mempertemukan ajaran
syariat islam dengan teori-teorietika dalam filsafat.
3Zaprukhan,
Filsafat Umum, Jakarta, Raja
Grafindo Persada 2012 hal 21
|
4
|
Maskawih menetapkan kemungkinan manusia
mengalami perubahan-perubahan khuluq, dan dari sei inilah maka diperlukan
adanya aturan-aturan syariat, diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagia
macam ajaran tentang adab sopan santun.
Adanya
itu semua memungkinkan manusiadengan akalnya untuk memilih dan membedakan mana
yang seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya ditinggalkan. Dari sini pula
maskawah memandang penting arti pendidikan lingkungan bagi manusia dalam
hubungannya dengan pembinaan akhlak.4
Maskawaih menyebutkn adanya keutamaan lain,
selain empat macam kenutaan moral tersebut yaitu keutmaan jiwa yang lebih
sesuai dengan ketinggian martabat jiwa, yatiu berusaha memiliki pengetahuan,
dan kesempurnaan jiwa yang sebenarnya adla dengan pengetahuna dan bersatu
dengan akal aktif. Dalam ha yang disebutkan terakhir ini, jelas maskawaih
emperleh dari Socrates yang mengtakan bahwa keutamaan adlah pengetahuan dan
dari neo-platonisme yang mengatakan bahwa pucuk keutamaan adlah bersatudengan
akal aktif. Selanjutnya meningkat terus hingga bersatu dengan tuhan, tidak
hanya orang yang mencapai kebehagian tertinggi jiwanya akan tenang. Merasakan
nikmat atas kelezekan yang tertinggi pula. Bagiannya tidak menjadi masalah
apakah dunia kepadanya atau meninggalkannya, apakah dunia kotor dan bersih. Dia
pun tidak merasa susah dan sedih berpisah dengan orang yang dicintainya. Akan
dilakukannya segala yang menjadi kehendak Alah, tidak berkhidmat kepada Allah, juga tidak akan berkhianat pada diri
sendiri.
Dalam
usaha mencapai kebahagiaan manusia selalu memerlukan pedoman syariat yang
membrikan petunjuk dan meluruskan jalan mencapai kebijaksanaan, guna mengatur
dirinya sendiri sampai akhir hayatnya.
Syari’atlah
yang memerintahkan manusia untuk melakukan hal-hal yang terpuji karena asalnya
dari Allah. Syariat hanya memerintahkan kebajikan dan hal-hal yang akan
menyampaikan manusia kepad kebahagiaan tertinggi.
5
|
4M.Yusuf
Musa, Filsafat al-akhlaq Fi al-islami,
cairo, 1963 hal 81-84
|
Selain
itu dalam (mahabbah) sebagai salah satu unsur dari etika. Cinta menurut ada dua
macam = cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia, terutama cinta seorang
murid kepada guru, tetapi cinta murid kepada guru dipandang lebih mulia dan
lebih berperanan. Guru adalah apak rotan bagi murid-muridnya.5
TIGA
FILSUF BESAR ADALAH
-
Socrates adalah salah satunya, beliau
hidup antara tahun 469-399 SM adalah seorang filsuf Yunani. Ia sangat menaruh
perhatian pada manusia dan menginginkan
agar manusia itu mampu mengenali dirinya sendiri. Menurutnya, jiwa manusia
merupakan asas hidup yang paling dalam. Jadi jiwa merupakan hakikat manusia
yang memiliki arti sebagai penentu kehidupan manusia berdasarkan pandangannya
itu. Ia tidak mempunyai niat untuk memaksa orang lain menerima ajaran atau
pandangan tertentu. Ia justru mengutamakan agar orang lain dapat menyampaikan
pandangan mereka sendiri. Untuk itu, ia menggunakan metode dialektika, yaitu
denan cara melakukan dialog dengan orang lain. Sehingga orang lain dapat
mengemukakan atau menjelaskan pandangan atau idenya. Dengan demikian, dapat timbul
pandangan atau alternative yang baru. Secrates tidak meninggalkan
tulisan-tulisan mtantangan pandangannya, namun pandangan Socrates tadi
dikemukakan oleh palto salah seorang m uridnya.
-
Yang ke2 plato
(427-347SM) mengemukakan pandangannya bahwa realitas
yang mendasar adalah idea tau idea. Ia percaya
bahwa alam yang kita lihat atau alam empilis yang mngalami perubahan itu
bukanlah realitis yang sederhananna.
Dunia penglihatan atau presepsi, yakni dunia yang
konkret itu hanyalah bayanagan dari ide-ide yang bersifat abadi dan imam terial
plato menyatakan bahwa ada dunia tangkapan indrawi atau nyata, dan dunia ide.
Untuk memasuki dunia ide diperlukan adanya tenaga kejiwaan yang besar dan untuk
itu manusia harus meninggalkan, keiasaan hidupnya, mengendalikan nafsu serta
senantiasa berbuat kebajikan. Plato menyatakan pula bahwa manusia terdiri atas
tiga tingkatan, yaitu bagian tertinggi bahwa ditempati oleh nafsu. Akal budilah
yang dapat digunakan untuk melihat ide serta menertibkan jiwa-jiwa yang ada pada bagian tengah dan bawah.
6
|
5
ibid hlm 86-89
|
-
Pendekatan nilai
Dalam kehidupan sehari-hari istilah”nilai”sering
kali digunakan sebagai contoh,”Tati merasa bahwa pengalaman mengikuti kursus
menjahit sangat bernilai karena dengan pengetahuan tersebut ia dapat mengurangi
beban orang tuanya dengan menerima pekerjaan menjahit”. Contoh kedua “andi
sangat kecewa terhada nilai yang diperoleh karena semua materi yang telah
dihafal tidak ditanyakan dalam ulangan yang lalu”.
Pada contoh pertama
istilah”bernilai”berarti”berharga”,sedangkan dalam kalimat pada pada contoh
kedua “nilai”berarti”angka”, menurut ensiklopedia Indonesia pembicaraan tentang
nilai dalam filsafat sering dihubungkan dengan kebaiakan. Ada dua pandangan
tentang nilai yang pertama berpandagan bahwa nilai merupakan tertinggi dari
perilaku manusia dan dijunjung tinggi oleh sekolompok masyarakat serta
digunakan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Pandangan lain menganggap
bahwa nilai merupakan hal yang bergantung kepada penangkapan dan perasaan orang
yang menjadi subjek. Nilai disini merupakan tujuan dari kehendak manusia yang
benar, ditata menurut susunan tingkatannya. Ada yang menyusunnya dari nilai
bawah. Pertama-,pertama dinilai dengan nilai hedonis (kenikmatan) lalu nilai
utilitaris (kegunaan), kemudian berturut-turut nilai dari segi biologi nilai
dari estetika (keindahan, kecantikan), nilai-nilai pribadi(susila, baik) dan
paling tinggi adalah nilai religious.
Pendekatan nilai religius misalnya untuk
meningkatkan ketakwaan kepada tuhan dilakukan sebagai berikut. Dalam membahas
toipik pemapasan guru atau da’I dapat menjelaskan bahwa udara yang digunakan
untuk kehidupan manusia adlah ciptaan tuhan. Oleh karena itu, sudah selayaknya
kita selalu bersyukur kepada tuhan.
6Poespopdradjo,
Filsafat moral, Bandung, Remadja
Karya, 1988
|
7
|
Kaum humanis
juga mengemukakan pendapatny yaitu sebagai berikut
Sejak zaman kuno
hingga pertengahan abad ke-4, pendidikan diyunani dan romawi mempunyai tujuan
jelas yakni membentuk manusia menjadi warga Negara yang baik dan berguna bagi
Negara dan bangsa. Mulai abad ke-5 hingga ke-14, yang dalam sejarah eropa,
disebut sebagai abad pertengahan tujuan pendidikan dimasuksudkan untuk mencapai
kebahagiaan hidup abadi dan mengatasi kebutuhan duniawi.
Perlu adna
ketahui bahwa dalam abad kegelapan yaitu dari abad ke-5 sampai dengan abad
ke-10, justru dinegara-negara timur mulai timul perkembagan pesat dalam ilmu
kealaman. Sejak abad ke-15 yang disebut dengan masa kebangkitan kembali atau renaissance yang berkembang di Italia,
timbul pandangan humanism yang didukung oelh berbagai penemuan, seperti mesin
ceta kesuksesan misi pelayanan Columbus menginjakkan kakinya dibenua Amerika
dan misi pelayaran Vasco digamma samapai keindia.
Humanisme
memiliki dua arah, yakni humanisme
individu dan humanisme social. Humanisme individu mengutamakan kemerdekaan
berfikir, mengemukakan pendapat dan berbagai aktivitas yang kreatif. Kemampuan
ini disalurkan melalui kesniaan kesusastraan music, teknologi, dan pengusaan
tentang ilmu kealaman. Jumanisme social mengutamakan pendidikan bagi masyarakat
keseluruhan untuk kesejahteraan social dan perbaikan hubungan antar manusia.
Selain itu paham
hedonisme juga menyatakan bahwa sesuatu yang baik bila
mengandung kenikmatan. Selain itu manusia diperlengkapi dnegan berbagai daya
kemampuan (faculty). Ada kemampuan indrawi, intelektual, dan spiritual.
Perwujudan dan pemenuhan daya-daya kemampuan itu membawa rasa nikmat tersendiri
kita mengenal beberapa tingkat dan macam
kenimatan.
8
|
7
Mustofa.A.H.
Filsafat Islam, Bandung,
Cupustaka Setia, 2009 hal 11 - 13
|
Kenikmatan
etismoral dialami manakala manusia berhasil memahami, mempraktikkan dan
menghayati nilai-nilai etis moral. Kenikmatan religious mendatangi manusia jika
berhasil memahami dan menghayati nilai=nilai religious, apa lagi bertemu dengan
“realitas Tinggi” tuhan yang dipuja dalam paham ini bahwa kenikmatan khususnya
kenikmatan pribadi, merupakan nilai hidup tertinggi dan tujaun utama serta
terakhur hidup manusia.8
Kenikmatan
merupakan kenyataan hidup. Dengan frekuensi, kadar dan bentuk yang berbeda
orang suka merasakan kenikmatan. Yang satu dapat lebih kerap dari yang lain.
Yang satu lebih cenderung pada kenikmatan dalam kadar yang sederhana,. Yang
lain lebih pada kenikmatan yang mewah. Yang satu lebih suka pada bentuk
kenikmatan indrawi. Yang lain pada kenikmatan estetis. Etis moral, atau
religious.
Demikian
pula bagi mereka yang mementingkan nilai etis, moral,religious. Dengan demikian
kenikmatan menjadi perkara subjektif. Karena bagi subjek atau orang-orang yang
menikmati, hal-hal yang mendatangkan kenikmatan berbeda-beda, hedonism sebagia
prinsip moral menjadi relative menurut orang perorangan. Karena relative
sulitlah kenikmatan menjadi prinsip etis.
Oleh
karena itu mudah terjadi dan dimengerti bahwa hendonisme kerap berhenti pada
pencaian kenikmatan sensual, indiawi, ya dapat dirasakan secara lebih cepat
danlebihdekat. Dari penyempitan arti itu hendonisme menjadi tak terpisahkan
dari sikap konsumeristis, “konsumerisme” konsumerisme merupakan sikap hidup
yang lebih mau menikmati dari pada menahan, mengonsumsi dari pada membuat
sendiri : lebih suka mendapat dari pada member.
9
|
8ibid
hal 17-19
|
Kenikmatan makin tak dapat dijadikan
cita-cita dan kriteria etis manusia justru berpangkal pada sifat rohaninya.
Itulah kelemahan hendonisme. Adapun kelemahan itu masih diperbesar karena dalam praktk hendonisme diikuti oleh
konsumerisme, sikap hanya mau mengonsumsiyang berat sebelah itu.9
Selanjutnya
paham
Utilitarianisme
Istilah utili tarianisme diturunkan dari kata latin utilis, yang berarti
berguna, berfaedah menguntungkan. Utilitiarisme merupan suatu paham etis
berpendaat bahwa yang baik adlah yang berguna, berfaedah, menguntungkan, dalam
praktik utili tarianisme mudah menjadi subjektivisme terjadi, jalan menuju
kerelativisme terbuka lebar. Pandangan tentang yang berguna, bermanfaat,
menguntungkan berbeda dari orang keorang, alias realitif.
Kedua utilitarianisme amat
memerhatikan akibat dan bukan hakikat perbuatan atas nama utilitarianisme.
Orang tidak perlu sibuk dengan pemikiran tentang apa hakikat. Perbuatan, tetapi
apa akibatnya bagi hidup kita. Karena itu utilitytarianisme dalam praktik mudah
mengesampingkan fakta kemanusiaan dan etis dasar itu secara langsung
menampakkan ketidakgunaan, ketidak manfaatan, dan kerugiannya. Atas nama
keuntungan sebagia besar orang dan masyarakat orang yang berprinsip
utilitarianisme dapatdengan tenag melanggar hak asasi manusia seperti hak
milik.
Ketiga
utilitarianisme mendorong tumbuhnya semangat seketika (ibnstant), langusng
(immediate, dan pandangan pendek (short sight), kegunaan, manfaat keuntungan
merupakan hal yang memenuhi kebutuhan. Para psikolog membedakan antara
kebutuhan nyata(real need) dan
kebutuhan nyata (unreal need), kebutuhan yang terasa (felt need) dan kebutuhan tak terasa (unfelt need) serta kebutuhan
langsung(immedianteneed). Kebutuhan
nyata belum tentu terasa, sednagkan kebutuhan tak nyata mudah dirasa. Kebutuhan
yang langsung lebih mudah terasa dari pada kebutuhan tak langsung, atau
berjangka panjang.
10
|
9Muhammad
Sulthan, Desain Ilmu Dakwah,
Yogyakarta, pustaka pelajar & Walisanga press, 2003 hal 144
|
Utilitarianisme
memuat beberapa implikasi yang bertentangan dengan perasaan moral yang biasa.10
-
Pertama, utilitarianisme hanya mengenal
kewajiban. Orang selalu wajib mengusahakan apa yang mengetahui apa yang boleh
dilakukan. Boleh artinya tidak wajib tetapi juga tidak dilarang. Tentang yang
boleh ulitarianisme diam seakan-akan semua tindakan menyangkut kewajiban.
-
Yang kedua adalah kelebihan kalau
utilitarianisme menuntut agar dalam semua semua tindakan kita harus
memperhatikan dampaknya atas semua orang yang terkena.
-
Ketiga
bahwa utilitarianisme tidak mencukupi sebagi prinsip dasar etika. Juga dapat
ditarik sebuah pertimbangan yang lebih funfamental. Sma dengan semua etika
teleologis utilitarianisme tidak dapat mendasrkan dirinya sendiri.
Paham lain yang memberikan standar
kebaikan adlah agama yang menyatakan bahwa baik adalah sesuai dengan kehendak
tuhan. Menurut islam baik direntang menjdai lima katagori= baik sekali (wajib,
sunnah, mubah, makruh dan haram). Kebaikan tertinggi yang merupakan tujaun,
menurut islam berkaitan dengan kebahagiaan yang universal.Kebaikan yang
berhubungan dengan tujaun ini dapat dibedakan kebaikan sebagia tujuan terakhir
(summum bonum) dengan kebaikan
sebagai cara/jalan/sasaran/ alat untuk sampai kepada tujauan akhir tersebut.
Didalam akhlak islam, antara baik sebagai alat/cora/ tujuan sementara, harus
sejalan dengan baik sebagai tujuan terakhir artinya cara untuk mencapai tujuan
baik (sebagai tujuan sementara dan tujuan akhir) berada alam satu garis lurus
yaitu bergasarkan satu norma yang bersumber dari tuhan. Disamping itu untuk
mencapai tujuan baik harus dengan jalan yang baik dan benar. Sebagai contoh
untuk menjadi sarjana, ia harus belajar
untuk belajar ia perlu buku-buku
dan kitab-kitab sebagi referensi. Untuk mempunyai buku-buku dan
kitab-kitab ia harus membeli atau pinjam perpustakaan, tidak boelh ia mengambil
kepunyaan orang lain atau mengambil buku dari perpustakaan.
Selain
etika dalam filsafat nilai juga dibahas tentang estetika (keindahan) didalam
kehidupan, indah lebih berpengaruh ketimbang baik. Orang lebih tertarik pada
rupa ketimbang pada tingkah laku. Orang yang tingkah lakunya baik (etika),
tetapi kurang indah (estetika), akan dipilih belakang yang dipilih lebih dahulu
orang yang indah. Sekalipun kurang baik.11
11
|
10Ahmadi Abu, Filsafat Islam Toha Putra, semarang,
1982 hal 195
11 ibid hal 200
|
Pertama
nilai universal. Nilai universal berlaku untuk semua manusia. Fakta kita semua
mempunyai jiwa kemanusiaan dan jiwa spiritual, nilai universal adalah aspek-aspek
kesadaran atau kualitas jiwa yang memancar diri dari kita.Nilai universal ini tidak mudah diwujudkan secara
konsisten arena lebih bersifat pribadi. Nilai universal berlawan dengan nialai
budaya. Beberapa contoh nilai universal adalah kebenaran kecantikkan, kebaikan
kerjasama, kesatuan kebahagiaan . kedamaian, cinta, keadilan, keberanian,
penerimaan dan respek.
Kedua
nilai budaya adlah nilai-nilai yang ada dimasyarakat atau budaya yang dimiliki
oelh masyarakat. Nilai budaya tidak bersifat universal dan tidak bersifat
personan, melainkan bersifat kolektif.
Ketiga,
nilai personal adalah hasil dari pengkondisian dan tingkat kesadaran kita.
Nilai personal dapat dinilai dari kepribadian atau dari jiwa seseorang. Nilai
personal dapat menjadi egois, terbatas dan sangat kondisional. Semua wacana
filsafat moral itu mengantarkan kita memahami argumentasimoral setiap tindakan
sekaligus mengerti bagaimana tindakan terbaik yang membuat hidup bijaksanaan.
Apada titik inilah idealnya moral memang bukan hanya berbicara mengenai
argumentasi yang mendasari setiap perbuatan baik atau buruk, benar dan salah
melainkan juga benar-benar membawa kita mampu mengaplikasikan secara factual.
Sehingga melalui nilai moral, diharapkan kita mampu membedakan antara yang baik
dan buruk, yang benar dan salah, sekaligus menjalani kebenaran dan kebajikan
serta menyisihkan keburukan dan kesalahn. Saat itulah, nilai moral menjelma
salah satu lentera yang membimbing kita bertemu dengan kebijaksanaan hidup.12
12
Basit
Abdu, Filsafat dakwah, Jakarta, Raja Gratindo persada, 2013 hal 201
|
12
|
Daftar pustaka
Poedjawiyatma,
etika filsafat tingkah laku, Jakarta,
Rineka cipta, 2003
Am
Suwarma, Poedjiadi Anna, Filsafat Ilmu,
Jakarta, Universitas terbuka, 2013
Zaprukhan,
Filsafat Umum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada 2012
M.Yusuf
Musa, Filsafat al-akhlaq Fi al-islami,
cairo, 1963
Poespopdradjo,
Filsafat moral, Bandung, Remadja
Karya, 1988
Mustofa.A.H.
Filsafat Islam, Bandung, Cupustaka
Setia, 2009
Muhammad
Sulthan, Desain Ilmu Dakwah,
Yogyakarta, pustaka pelajar & Walisanga press, 2003.
Ahmadi
Abu, Filsafat Islam Toha Putra,
semarang, 1982
Basit
Abdu, Filsafat dakwah, Jakarta, Raja Gratindo persada, 2013
0 komentar:
Posting Komentar