Dalam sebuah keluarga, maka memiliki anak, adalah kebahagiaan yang
sangat diharapkan. Berbagai usaha dilakukan agar hadir sang permata
diantara keduanya. meskipun sejatinya, anak bukanlah satu-satunya
parameter kebahagiaan orang tuanya. Kebahagiaan sejati akan muncul bila
ortu berhasil menjadikan anak-anaknya sebagai penyejuk hati yang
senantiasa menghadirkan kebaikan, fiddun-ya hasanah dan fil akhiroti
hasanah.
Al Qur’an menyebutkan bahwa anak bisa memiliki empat posisi bila disandingkan dengan orang tunya:
1. Anak menjadi fitnah (QS 8: 28 dan QS 64 : 15)
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan keluargamu hanyalah sebagai cobaan dan disisi Allahlah pahala yang besar.”
1. Anak menjadi fitnah (QS 8: 28 dan QS 64 : 15)
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan keluargamu hanyalah sebagai cobaan dan disisi Allahlah pahala yang besar.”
Pada asalnya anak memang menjadi ujian bagi orangtuanya, -sebagaimana
juga harta-, bahwa semua itu bisa menghasilkan kebaikan bila mampu
mengelola mereka dengan benar dan baik dan sebaliknya ia akan menjadi
musuh dan merusak bila orang tua salah mendidiknya. Barangkali anak-anak
nabi Yakkubyang telah mencelakakan Yusuf, masuk dalam posisi ini.
Mereka membuat ortunya sedih dengan perilakunya, meski tidak sampai pada
derajat permusuhan, tetapi sungguh sikap mereka membuat kesusahan
berkepanjangan bagi ayahnya.
2. Anak menjadi musuh (QS 64 : 14)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmua ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah atas mereka…”
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmua ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah atas mereka…”
Tugas ortu mendidik anak adalah menyiapkan mereka sampai mereka
baligh. Ada kalanya ortu sudah sedemikian bagus menyiapkan pendidikan
dan lingkungan yang baik bagi anak, tetapi si anak tetap tidak mampu
mengendalikan hawa nafsunya. Besar kemungkinan anak akan menjadi musuh
bagi orangtuanya yang beriman. Sebagaimana anak Nuh a.s, yang senantiasa
menolak kebenaran yang dibawa ayahnya, karena memperturutkan nafsunya.
3. Anak menjadi perhiasan bagi keluarga (QS. 18 : 46)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia…”
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia…”
Anak menjadi perhiasan bagi keluarga bila ia menjadi obyek yang
menyenangkan hati, membanggakan, menjadi kebanggaan bagi keluarganya.
Kebanggaan yang hanya bersifat duniawi saja bagaikan perhiasan yang
ditempelkan pada badan sang ortu. ia berguna dan menakjubkan di dunia,
tapi belum menjadikannya bermanfaat di akhirat.
4. Anak menjadi penyejuk hati (25: 74)
Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami anugerahkan kepada kami istri-istri dan anak-anak kami yang menjadi penyejuk hati….
Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami anugerahkan kepada kami istri-istri dan anak-anak kami yang menjadi penyejuk hati….
Dalam menjelaskan qurrota a’yun ini, mufassir berpendapat bahwa
mereka adalah anak-anak yang mampu beramal shalih dan dengan amal-amal
shalihnya itulah maka mereka menjadi penyejuk hati bagi orangtuanya. Ia
menjadi perhiasan membanggakan di dunia, sekaligus penolong saat ortu di
akhirat. Merekalah anak-anak salih, yang siap menyejukkan ortunya saat
di dunia serta mendoakan mereka saat ortunya telah tiada.
Inilah posisi terbaik seorang anak berkait dengan ortunya. Inilah pe
er terbesar bagi orang tua. Yaitu agar berhasil mewujudkan qurrota a’yun
dalam dirinya dan anak-anaknya. Semoga Allah permudah kita mendidik
anak menuju qurrota a’yun. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar