Pendidikan Pancasila di Era Reformasi – Dalam
kurun waktu sembilan tahun terakhir ini, kalau membicarakan Pancasila, rasanya
ada orang yang mengernyitkan dahi sambil berpikir, apakah Pancasila masih
relevan. Sepanjang reformasi Pancasila seakan akan merupakan objek menarik yang
dijadikan acuan pencapaian keseluruhan proses reformasi. Pancasila harus selalu
menjadi acuan pencapaian tujuan Negara Indonesia . Pertanyaannya, Pancasila
dalam konteks yang mana. Harus dibedakan apakah sebagai pandangan
(falsafah)bangsa, ideologi maupun sebagai dasar negara.
Kerancuan dan perbedaan persepsi yang berkembang
di masyarakat tidak terlepas dari perbedaan pemahaman tentang tatanan nilai
dalam kehidupan bernegara yang belum berjalan secara sinergis, yaitu antara
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
Nilai dasar adalah asas yang kita terima sebagai
dalil yang setidaknya bersifat mutlak. Kita menerima sebagai sesuatu yang tidak
perlu dipertanyakan lagi. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum dari nilai
dasar yang biasanya berupa norma sosial maupun norma hukum yang akan
dikonkretkan lagi oleh pemerintah dan para penentu kebijakan.
Sifatnya dinamis dan kontekstual. Nilai ini
sangatlah penting karena merupakan penjabaran dari nilai dasar dalam wujud
konkret sesuai perkembangan masyarakat. Bisa dikatakan nilai ini merupakan
tafsir positif dari nilai dasar. Berikutnya adalah nilai praktis yaitu nilai
yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari di
masyarakat.
Seharusnya semangat yang ada pada realitas masyarakat sama dengan yang ada pada nilai dasar dan instrumental, karena dari kajian inilah akan diketahui apakah nilai dasar dan instrumental telah betul betul ada di tengah tengah masyarakat. Berangkat dari pemikiran tersebut maka penataanya bisa diurutkan dengan falsafah, ideologi, politik dan strategi (mainstream).
Falsafah dan ideologi pada nilai dasar, politik dan strategi di nilai instrumental. Sedang konkretisasi di masyarakat adalah nilai praktis yang harus diupayakan untuk mengimplementasikan nilai dasar dan instrumental.
Final
Seharusnya semangat yang ada pada realitas masyarakat sama dengan yang ada pada nilai dasar dan instrumental, karena dari kajian inilah akan diketahui apakah nilai dasar dan instrumental telah betul betul ada di tengah tengah masyarakat. Berangkat dari pemikiran tersebut maka penataanya bisa diurutkan dengan falsafah, ideologi, politik dan strategi (mainstream).
Falsafah dan ideologi pada nilai dasar, politik dan strategi di nilai instrumental. Sedang konkretisasi di masyarakat adalah nilai praktis yang harus diupayakan untuk mengimplementasikan nilai dasar dan instrumental.
Final
Pendidikan Pancasila di Era Reformasi –
Perenungan, pembahasanan, wacana tentang falsafah adalah final artinya nilai
dasar yang terkandung di dalam Pansasila adalah sesuatu yang tidak perlu
diberbincangkan lagi, karena Pancasilalah tujuan keseluruhan yang diinginkan
dan diupayakan bangsa Indonesia.
Jika sebagian masyarakat bingung dan mempertanyakan apakah masih relevan membicarakan Pancasila maka kita seyogianya mengkaji dari dua nilai terakhir tersebut, mengapa? Karena Pancasila bisa berubah bentuk aktualisasi maupun implementasinya oleh pemerintah yang berkuasa.
Pada masa Orde Lama misalnya, Pancasila menjadi ideologi murni . Pancasila lebih banyak berada dalam ranah idealisasi. Artinya pemikiran Pancasila lebih ke ide, gagasan, konsep yang dijadikan pegangan seluruh aspek kehidupan
Pancasila seakan-akan ada di awang – awang karena hanya berupa dogma yang sulit diterjemahkan. Pada masa Orde Baru penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik, hal ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan keharusan elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan masyarakat ) yang harus berasaskan Pancasila.
Jelas sekali pemerintah menggunakan Pancasila sebagai “alat” untuk melegitimasi berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu infrastruktur politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga mulai muncul wacana adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi sekat-sekat pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan Pancasila dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak terelakkan lagi.
Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan persoalan yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep jelas ( kebebasan di bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika ideologi sosialis (komunis) menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu dengan pemusatan pengaturan untuk kepentingan kebersamaan.
Pada pertengahan Orba mulai banyak wacana yang menginginkan agar Pancasila nampak dalam kehidupan nyata, konkret, tidak angan-angan semata ( utopia ). Itu berarti Pancasila menjadi ideologi praktis. Lalu bagaimana dengan implementasi di era reformasi sekarang ini?
Dengan berakhirnya era Orde Baru dan bergulirnya reformasi, sepertinya masyarakat menginginkan sinergi antara apa yang ada pada nilai dasar, nilai instrumen dan nilai praktis dan tidak mau terulang lagi perwujudan bentuk sebagai ideologi murni, ideologi politik semata.
Pancasila Artinya antara antara falsafah, ideologi, politik dan strategi harus dijalankan secara sinergis dan kesemuanya ditujukan untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki seluruh bangsa yaitu mewujudkan civil society, social justice, welfare state.
Upaya
Jika sebagian masyarakat bingung dan mempertanyakan apakah masih relevan membicarakan Pancasila maka kita seyogianya mengkaji dari dua nilai terakhir tersebut, mengapa? Karena Pancasila bisa berubah bentuk aktualisasi maupun implementasinya oleh pemerintah yang berkuasa.
Pada masa Orde Lama misalnya, Pancasila menjadi ideologi murni . Pancasila lebih banyak berada dalam ranah idealisasi. Artinya pemikiran Pancasila lebih ke ide, gagasan, konsep yang dijadikan pegangan seluruh aspek kehidupan
Pancasila seakan-akan ada di awang – awang karena hanya berupa dogma yang sulit diterjemahkan. Pada masa Orde Baru penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik, hal ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan keharusan elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan masyarakat ) yang harus berasaskan Pancasila.
Jelas sekali pemerintah menggunakan Pancasila sebagai “alat” untuk melegitimasi berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu infrastruktur politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga mulai muncul wacana adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi sekat-sekat pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan Pancasila dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak terelakkan lagi.
Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan persoalan yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep jelas ( kebebasan di bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika ideologi sosialis (komunis) menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu dengan pemusatan pengaturan untuk kepentingan kebersamaan.
Pada pertengahan Orba mulai banyak wacana yang menginginkan agar Pancasila nampak dalam kehidupan nyata, konkret, tidak angan-angan semata ( utopia ). Itu berarti Pancasila menjadi ideologi praktis. Lalu bagaimana dengan implementasi di era reformasi sekarang ini?
Dengan berakhirnya era Orde Baru dan bergulirnya reformasi, sepertinya masyarakat menginginkan sinergi antara apa yang ada pada nilai dasar, nilai instrumen dan nilai praktis dan tidak mau terulang lagi perwujudan bentuk sebagai ideologi murni, ideologi politik semata.
Pancasila Artinya antara antara falsafah, ideologi, politik dan strategi harus dijalankan secara sinergis dan kesemuanya ditujukan untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki seluruh bangsa yaitu mewujudkan civil society, social justice, welfare state.
Upaya
Berangkat dari permasalahan di atas beberapa hal
di bawah ini perlu diupayakan seluruh elemen masyarakat yaitu :
1. Dikembangkan sikap civic disposition ( pengembangan nilai dan sikap kewargaan dalam interaksi sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan pergaulan global ) civic knowledge ( pengembangan pengetahuan kewargaan tentang demokrasi, HAM, masyarakat madani dan tata pemerintahan) dan civic skill ( pengembangan keterampilan kewargaan sebagai anggota masyarakat, bangsa dan masyarakat global dalam interaksi sosial maupun dalam interaksinya dengan negara atau dunia internasional )
2. Agar tetap kredibel menurut Prof Koento Wibisono maka Pancasila harus direvitalisasi. Artinya Pancasila diletakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan dan dieksplorasikan sebagai paradigma dalam dimensi yang melekat padanya yaitu realitas, idealitas dan fleksibilitasnya.
3. Agar tetap membumi, Pancasila dikembalikan pada jati dirinya yaitu ideologi negara dan mengubah dari wacana ideologi semata menjadi ilmu, serta tetap menjadikan Pancasila sebagai kriteria kritik setiap kebijakan negara.
4. Menjadikan Pancasila sebagai living reality ( kenyataaan hidup sehari-hari dengan melihat perkembangan masyarakat sebagai peningkatan HAM. (11)
1. Dikembangkan sikap civic disposition ( pengembangan nilai dan sikap kewargaan dalam interaksi sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan pergaulan global ) civic knowledge ( pengembangan pengetahuan kewargaan tentang demokrasi, HAM, masyarakat madani dan tata pemerintahan) dan civic skill ( pengembangan keterampilan kewargaan sebagai anggota masyarakat, bangsa dan masyarakat global dalam interaksi sosial maupun dalam interaksinya dengan negara atau dunia internasional )
2. Agar tetap kredibel menurut Prof Koento Wibisono maka Pancasila harus direvitalisasi. Artinya Pancasila diletakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan dan dieksplorasikan sebagai paradigma dalam dimensi yang melekat padanya yaitu realitas, idealitas dan fleksibilitasnya.
3. Agar tetap membumi, Pancasila dikembalikan pada jati dirinya yaitu ideologi negara dan mengubah dari wacana ideologi semata menjadi ilmu, serta tetap menjadikan Pancasila sebagai kriteria kritik setiap kebijakan negara.
4. Menjadikan Pancasila sebagai living reality ( kenyataaan hidup sehari-hari dengan melihat perkembangan masyarakat sebagai peningkatan HAM. (11)
0 komentar:
Posting Komentar