PENINGGALAN SEJARAH INGGRIS
Banteng Marlborough (Inggris:Fort Marlborough)
adalah benteng peninggalan Inggris di kota Bengkulu. Benteng ini didirikan
oleh East
India Company
(EIC) tahun 1713-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng
pertahanan Inggris. Konon, benteng ini merupakan benteng terkuat Inggris di
wilayah Timur setelah benteng St. George di Madras, India. Benteng ini didirikan di atas bukit
buatan, menghadap ke arah kota Bengkulu dan memunggungi samudera Hindia. Benteng ini pernah
dibakar oleh rakyat Bengkulu; sehingga penghuninya terpaksa mengungsi ke
Madras. Mereka kemudian kembali tahun 1724 setelah diadakan perjanjian. Tahun 1793, serangan kembali dilancarkan. Pada
insiden ini seorang opsir Inggris, Robert Hamilton, tewas. Dan kemudian di
tahun 1807, residen Thomas Parr juga tewas. Keduanya
diperingati dengan pendirian monumen-monumen di kota Bengkulu oleh pemerintah
Inggris.
Marlborough masih
berfungsi sebagai benteng pertahanan hingga masa Hindia-Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun 1942-1945, dan pada perang kemerdekaan Indonesia.
Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948, benteng itu manjadi markas Polri. Namun, pada tahun 1949-1950, benteng Marlborough diduduki kembali oleh
Belanda. Setelah Belanda pergi
tahun 1950, benteng Marlborough
menjadi markas TNI-AD. Hingga tahun 1977, benteng ini diserahkan kepada Depdikbud untuk dipugar dan
dijadikan bangunan cagar
budaya
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Hubungan yang terjalin
antara rakyat propinsi Bengkulu dengan Inggris sudah berjalan sejak
lama, yakni sejak abad ke-17. Pada tahun 1682, Belanda (VOC) mampu mengungguli The
Honourable East India Company (EIC), khususnya setelah tercapai
kesepakatan antara VOC dengan kerajaan Banten mengenai monopoli
perdagangan rempah-rempah. Hal ini memaksa EIC
keluar dari Jawa dan harus mencari tempat
pangkalan baru yang secara politik dan militer dapat menguntungkan
mereka dalam perdagangan rempah-rempah.
Pada awalnya mereka
berkeinginan untuk mendirikan perusahaan dagang di Aceh, namun keinginan ini ditolak oleh Ratu
Aceh, Sultana Zaqiyat -ud-udin Inayat Shah. Penolakan ini membuat EIC
berpaling ke wilayah lain yang bersedia untuk menerima mereka, yakni Pariaman dan Barus di Sumatera Barat. Keinginan kedua wilayah
ini untuk menerima EIC didorong oleh ketakutan terhadap kekuatan Belanda yang
sangat agresif. Namun pada akhirnya pilihan EIC jatuh kepada Bengkulu, ada
dua versi catatan sejarah yang menyebabkan terjadinya perubahan pilihan ini,
yakni :
Terlepas dari adanya
perbedaan di atas, sejarah mencatat bahwa Inggris (EIC) pada akhirnya
bercokol di Bengkulu dan rakyat Bengkulu
menerima kehadiran mereka. Setibanya mereka di Bengkulu pada tahun 1685,
pihak Inggris disambut oleh petinggi Bengkulu pada masa itu, yakni Orang Kaya
Lela dan Patih Setia Raja Muda. Dalam beberapa pertemuan selanjutnya pihak
Inggris memperoleh izin untuk mendirikan faktori di Bengkulu dan menjalin
hubungan dagang dengan para penguasa Bengkulu. Pangkalan pertama yang
didirikan oleh Inggris di Bengkulu adalah Fort York. Sejak saat itu Inggris
menamakan faktori dagang mereka di Bengkulu sebagai Garnizun EIC di Pantai
Barat pulau Sumatera (The Honourable East India Company’s Garrison on the
West Coast of Sumatra).
Kehadiran Inggris di
Bengkulu berlangsung selama 140 tahun, yaitu dari tahun 1685 sampai dengan
bulan Maret 1825, ketika seluruh kekuatan Inggris meninggalkan Bengkulu.
Berakhirnya kehadiran Inggris di Bengkulu adalah disebabkan adanya perjanjian
antara Raja Inggris dan Raja Belanda, yang ditanda-tangani pada tanggal 17
Maret 1824. Perjanjian ini oleh pihak Inggris disebut The Anglo-Dutch
Treaty of 1824, sedangkan pihak Belanda menyebutnya sebagai Traktat London. Perjanjian ini mengatur
pertukaran kekuasaan Inggris di Bengkulu dengan kekuasaan Belanda di Melaka dan Singapura (Singapura pada masa itu
merupakan bagian dari kerajaan Melaka).
Pada tahun 1714 kondisi Fort
York menjadi kritis. Bangunan benteng dan barak-barak telah semakin
rapuh, dan air hujan secara terus-menerus membasahi ruangan-ruangan tempat
tinggal para penghuni. Selain itu, kondisi bahan makanan yang dikonsumsi oleh
tentara Inggris sangat buruk
sehingga disiplin para prajurit dan pegawai benteng
menjadi turun. Berbagai macam penyakit, umumnya disentri dan malaria, telah menyebabkan
sebagian besar prajurit garnizun tidak dapat melaksanakan tugas mereka.
Joseph Collet yang menjadi pimpinan Garnizun di Bengkulu pada tahun 1712
menarik kesimpulan bahwa Fort York membutuhkan perbaikan-perbaikan
besar dan lokasi benteng itu sebenarnya tidak tepat. Oleh sebab itu pada
tanggal 27 Februari 1712, Joseph Collet menulis surat kepada
Dewan Direksi EIC yang mengusulkan agar membangun benteng baru di tempat yang
disebut Carrang. Lokasi Carrang yang diusulkan oleh Joseph Collet
terletak sekitar dua mil dari Fort York (orang Bengkulu menyebutnya
Ujung Karang). Usul Joseph Collet untuk membangun benteng baru disetujui oleh
Dewan Direktur EIC dan pembangunan benteng baru tersebut dimulai pada tahun
1714.
Benteng baru yang
dibangun di Carrang diberi nama Marlborough. Nama ini dipilih oleh Joseph
Collet untuk menghormati John Churchill, seorang komandan ternama Inggris
yang pernah memenangkan pertempuran di Blenheim pada tahun 1704, Rammilies pada tahun 1706, Oudenarde pada tahun 1708, dan Malplaquet pada tahun 1709. Atas
jasa-jasanya ini John Churchill kemudian diberi gelar Duke
of Marlborough. Benteng baru yang dibangun oleh Joseph Collet ini
kemudian dikenal dengan nama Fort Marlborough. Pembangunan Fort
Marlborough selesai seluruhnya pada tahun 1741.
Selama 140 tahun berada
di Bengkulu, orang-orang Inggris banyak yang meninggal dunia. Kematian orang-orang
Inggris tersebut kebanyakan disebabkan oleh serangan penyakit malaria dan
disentri, dan tewas dalam konflik-konflik dengan rakyat Bengkulu. Orang-orang
Inggris yang meninggal di Bengkulu pada masa itu tercatat sebanyak 709 orang.
Apabila diambil angka rata-rata maka selama 140 tahun 5 orang Inggris yang
meninggal setiap tahunnya. Sebagian dari orang-orang Inggris tersebut
dimakamkan di pemakaman Inggris di Jitra, Bengkulu.
Di Bengkulu pada tahun
1808 dibangun sebuah monumen atau tugu peringatan bagi bangsa Inggris dalam zaman kompeni dulu. Monumen ini disebut oleh
orang-orang Bengkulu dengan istilah Kuburan Bulek (kuburan Bulat).
Nama sebenarnya dari Kuburan Bulek ini adalah monumen Parr (Parr Monument).
Monumen ini dibuat oleh Inggris untuk mengenang pengalaman pahit bangsa
Inggris karena di tempat itu dikuburnya Thomas Parr bersama seorang
asistennya yang terbunuh dalam satu insiden dengan rakyat Bengkulu pada malam
tanggal 27 Desember 1807. Pembunuhan terhadap Thomas Parr ini disebabkan oleh
akumulasi rasa tidak puas rakyat Bengkulu terhadap kebijaksanaan yang
ditempuh oleh penguasa Inggris. Kebijaksanaan Parr yang menimbulkan
ketidakpuasan di kalangan pribumi, antara lain
pemberlakuan tanam
paksa
kopi dan pengubahan yang besar dalam peradilan pribumi tanpa persetujuan dan
tanpa meminta nasihat dari para Kepala Adat Rakyat Bengkulu.
|
0 komentar:
Posting Komentar