“Datanglah kemari, aku menunggumu disini”
Samar-samar kuintip layar handphone yang semalaman kutimbun dalam
bantal, kurogoh dalam penat, dalam kantuk yang masih menyisakan mimpi
dan kecewa semalam. Kubaca pesanmu sekali lagi. Pagi buta di awal
Januari.
Ini hari ulang tahunku haruskah aku menemuimu?
“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun”
Ku tatap silau lilin-lilin yang berjajar rapih di atas blackforest, aku
hanya menyunggingkan seulas senyum terharu pun tidak. Tapi permohonan
yang kubuat sesaat sebelum ku tiup habis lilin-lilin kecil benar benar
kulakukan dengan penuh hikmat.
“Aku sudah siapkan kado ini untukmu maaf aku tak membungkusnya aku ingin kau langsung mengenakannya”
Dadaku kian sesak penuh tanya dan rasa kecewa. Bukan tentang apa yang kau beri tapi tentang hati yang tak pasti.
“Terimakasih, aku pakai sekarang ya”
“Aku tau kau akan senang menerimanya Sa”
Kau mencium dahiku aku tak bergeming hanya air mataku tiba-tiba menetes
melewati pipi dan jatuh di kerah bajuku. Sekali lagi aku tak terharu.
Ini awal bulan Januari hujan akan terus mengguyur kota kecil kita yang
dingin dan sunyi. Sepasang sarung tangan coklat muda kado pertama darimu
di sweet seventenku mungkin akan lebih berguna dibanding setangkai
mawar putih atau ucapan maaf sisa-sisa tahun baru.
Setahun yang lalu
“Sa, aku memberikan Zahra gaun putih cantik ditambah bucket mawar merah
besar yang aku taruh di bangkunya, di keranjang sepedanya, di depan
pintu rumahnya dan kamu tau Sa aku memesan cake besar bertuliskan I love
u Zahra first n last for me aku menyiapkannya dari sore hari hingga aku
memberikannya tepat di tengah malam, gimana romantis kan Sa?”
“Al, kamu tidak menghabiskan uang bulananmu kan?”
“Itu masalahnya Sa aku menemuimu untuk membantuku, lagipula aku akan
senang jika melihat Zahra senang aku tak peduli seberapa banyak yang
kukeluarkan asalkan itu membuat Zahraku senang. Pinjami aku seratus ribu
saja”
Dengan wajah memelas, idung yang mancung mata bundar Alif teman sejak
aku sekolah dasar menggenggam tanganku dan memohon. Aku selalu merasa
kasihan dengannya aku tau Zahra tidak mencintai Alif sebagaimana Alif
mencintai Zahra tapi apa dia akan percaya padaku sedang cinta disana
telah membabi buta, membuat penghuni hatinya meratu disana di istana
yang polos dan diam kini terkoyak cinta masa remaja.
“Sa, Zahra Sa, alergi dia kambuh aku harus membawanya ke klinik”
“Berapa?”
“Kau punya uang berapa?”
“Aku tidak punya uang Al, kau tau sekarang musim hujan kedai Ice cream
kami sepi pengunjung dan aku ini hanya seorang siswa bukan pengusaha,
tabunganku setiap bulannya dipinjami olehmu demi Zahra, Zahra, Zahra
sadarlah saat kau sakit apa dia mengurusimu? Tidak kan? Lantas siapa?
Aku.”
“Tisa”
Hening. Aku diam Alif diam dia meraih bangku di dekatku. Di luar hujan
deras kau berlari menuju kedai Ice Cream yang kujaga tanpa memikirkan
dirimu sendiri sepatu kuyup bercecer pada lantai keramik pakaian yang
lusuh rambut basah klimis penuh peluh yang bercampur tetesan hujan. Aku
tak mengerti seberapa kuatnya cinta hingga kau lupa. Ya, karena aku tak
pernah merasa mencintai dan dicintai. Hanya kasihan padamu Alif.
“Aku tidak punya uang tapi ambilah Ice Cream ini jika kau dapat menjualnya sebelum senja kau akan dapat rupiah“
“Sa, Kau memang selalu baik padaku”
“Sudahlah, keringkan dulu rambutmu”
Kulihat dari luar jendela Alif begitu bersemangat menawarkan Ice
Cream di tengah gerimis dia bersusah payah mendapatkan rupiah untuk
Zahra. Ah, apakah ada sosok pria seperti Alif menjadi kekasihku.
Awal desember
“Sa, Zahra putus denganku dia mengaku jadian dengan mahasiswa tekhnik sebulan yang lalu”
“Apa dia bahagia?”
“Sepertinya iya. Aku sadar cinta tak selamanya dapat digenggam dan aku sadar bahwa kau yang selalu menggenggamku”
“Maksudmu?”
“Sa, sadarlah kau ini mencintaiku untuk apa selama ini kau membantuku?
“Aku tak mengerti. Mungkin kau benar Al tapi tidak denganmu”
“Aku pun Sa, orang pertama yang selalu kucari dan ku butuhkan hanya kamu”
“Tidak”
“Percayalah”
“Tapi kau tidak pernah berjualan Ice Cream demi mengembalikan uangku”
“Aku akan melakukannya. Jika sebelum senja habis kau harus jadi pacarku”
Dua jam saja Alif menjual habis. Aku tertegun aku tak mengerti apa
yang dikatakannya soal cinta tapi aku menghargai usahanya. Seperti Ice
cream rasa baru ingin kau coba meski tau Ice Cream tetaplah dingin. Hari
itu dimana cinta Alif pada Zahra dibekukan dan akulah yang akan
melelehkan kepingan hatinya yang beku. Entah apa yang terlintas saat itu
aku hanya ingin menyelamatkan hati Alif yang rapuh. Aku menyesal
membiarkannya berlarut mesra dengan Zahra. Mengapa bukan aku saja yang
sejak dulu dipersatukan dengan Alif. Aku tidak berniat memanfaatkannya
aku hanya ingin mengenal apa itu cinta dan aku ingin membantunya.
Kenalkan aku pada cinta seperti cinta yang kau berikan pada Zahra.
Tidak, aku ingin merasakanya lebih dari itu.
Akhir Desember
Tengah malam ini tidak seperti taun baru sebelumnya hujan mengguyur
deras kota kecil kita. Sweat seveten. Aku menunggu kehadiranmu disini di
muka halamanku membawa setangkai mawar putih atau 2 kembang api
pengantar pergantian tahun dengan senyum hangat yang kubayangkan dan kau
menyanyikan lagu selamat ulang tahun di pintu rumahku.
Alif jelaskan padaku apakah cinta itu berbeda rasa seperti Ice Cream
yang kau jual untuku demi hutangmu atau untuk Zahra yang kau jual dengan
tulus. Apakah cinta untuk Zahra rasa vanila putih manis lembut dan
cinta untuk Tisa rasa coklat dengan potongan kacang. Apakah jika aku
tidak meminta setangkai mawar putih apakah kau tidak akan memberikannya
untukku? Seperti kau memberikan bucket mawar merah besar pada Zahra.
“Alif ini jam satu malam”
Kulirik layar handphone lalu menimbunnya di bawah bantal. Alif tengah
malamku berakhir kantuk mulai menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun
tubuhku hendak tertidur pulas. Aku tak menunggu ucapan selamat tahun
baru ataupun selamat ulang tahun darimu bahkan aku berhenti mengharapkan
setangkai mawar putih. Setangkai saja dibalut cinta rasa ice cream
vanila.
Cerpen Karangan: Arimbi Yoannira
Facebook: yoanniraarimbi[-at-]yahoo.co.id
Sabtu, 20 Desember 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar