TUGAS UJIAN SEMESTER GASAL
SOSIOLOGI DAKWAH
Dosen
Pengampu : Irzm Farihah,S.Ag.M.Si
DI SUSUN OLEH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN DAKWAH/BKI
2014
Sisi
LainSorang Ustadz
Nama
: Abdu Munif
Tempat,Tanggal
Lahir : Jepara, 12 Oktober 1985
Alamat
: Kedungasarimulyo
Rt 06 Rw 02 Welahan Jepara
Asal
Sekolah : SDN 1
Kedungsarimulyo
MTS Balekambang
Ponpes Balekambang
Pekerjaan
: Guru dimadrasah
Miftakhul Ulum
Data
dari Anaknya Pak ustadz
Nama
: Muhammad
Arsyad Amirul Wildan
Tempat,Tanggal
Lahir : Jepara, 5 April 2006
Alamat
: Kedungasarimulyo
Rt 06 Rw 02 Welahan Jepara
Asal
Sekolah : SDIT Al-Husna
Mayong
SDIT Sultan Agung Kalinyamatan Jepara
SDN 1 Kedungsarimulyo
Pekerjaan
: Siswa
Inilah hasil wawancara saya kepada seorang ustadz
dan anaknya yang kami wawancara pada hari minggu 30 November 2014 dan hasil
wawancaranya adalah anaknya seorang Ustadz yang bernama wildan ini, sejak lulus
dari bangku TK disekolahkan ayahnya dimayong sambil mendalami ilmu agama,
awalnya baik saat bersekolah di SDIT Al HUSNA Mayong Jepara, tetapi proses
elajar mengajar baru beralan 3 bulan atau tengah semester tetapi kelukuan atau
tingkah laku anaknya pak ustadz sudah menyimpang seperti saat janya ngaji tidak
mengaji, saat jamaah sholat jamaah ternyata tidak berjamaah malah asik bermain
sendiri, sehingga membuat guru merasa perlu untuk memanggil orang tuanya untuk
kesekolahan, panggilan yang pertama surat itu diberikan kepada anaknya langsung
tapi tidak diberikan kepada orang tuanya, panggilan yang ke2 diberikan langsung
dengan dating langsung kerumah pak Ustadznya, dan dengan penuh kebingungan pak
ustadznya itu pun datang ke sekolah untuk memenuhi panggilan tersebut. Setelah
sampai disekolahnya langsung bertemu walinya dan diceritakan semua bagaimana
sikap anaknya selama disekolah dan dipondok, dengan terkejut seklai sikap pak
ustadz saat diceritakan dari guru dari anaknya, selama ini anaknya dirumah
menjadi baik dan tidak seperti itu, setelah berunding sang anak pun pindah
kesekolah yang lain pada tahun ajaran yang baru, alasannya dipindah karena mau memberikan yang terbaik untuk anaknya,
dan diterimalah disekolah yang bar yang berada dikalinyamatanjepara da harus
dengan mondok juga. Selain itu untuk memperketat agar tidak seperti yang sudah
terjadi, tetapi kenyataan tidak semudah itu lagi-lagi wildan sapaan akrabnya
membuat ulah disekolah barunya, dengan tingkah yang sama, tetapi pak ustadz
munif tidak kehilangan semangat, terus menasehati anaknya agar seperti
anak-anak yang lain. Tetapi dengan penuh cobaan dan godaan dating, sehingga
kadang terbesik dipemikiran pak ustadz apakah dia menjadi orang tua terlalu
keras atau terlalu lemah. Apa karena ada factor yang lain yang membuat anaknya
seperti itu, karena pada dasarnya anaknya tidak seperti itu dan akhirnya dengan
sangat terpaksa pak ustadznya memindahkan sekolah anaknya ditempat yang umum
atau bisa dikatakan berbasis Negeri atau tidak ada system pesantrennya.
Tetapi masih tetap perlakuannya
kepada anaknya dengan menjunjung tinggi agama diatas segalannya. Itupun dengan
hasil musyawaroh dengan sangat lama dan ternyata alasan anaknya pak ustadz
berprilaku menyimpang ini adalah karena factor luar yaitu factor teman dan
lingkungan. Setelah itu tidak berhenti disitu saja. Karena sang ayah yang
kebetulan dikalangan masyarakat dipandang sebagai seorang Da’I dan guru madrasah ini disebagian mad’unya
mencerca menilai negative sang ustadznya
ini karena telah dianggap gagal oleh mad’unya gagal dlaam hal mendidik dan
menasihati anaknya sendiri. Hal ini pun sesuai apa yang ada dalam pepetah
semakin tinggi sebuah pohon maka akan
semakin besar terjangan anginnya. Itulah sebuah padanan kata yang menggambarkan
sosok pek ustadz munif ini tak sedikit fitnah keji yang dilontarkan orang-orang
atau mad’unya yang membencinya yang bertujuan untuk merusak nama baiknya. Namun
beliau tetap berusaha mengkondisikan parananya sebagai ustadz secara maksimal.
Padahal dalam bertindak beliaupun melakukan apa yang seharusnya dilakukan bukan
pa yang sesungguhnya dilakukan. Meskipun dalam kondisi seperti ini beliau tetap
mempertahankan imagenya dihadapan mad’unya seolah tidak ada masalah dirumah.
Karena sang ustad sendiri pun menyadari apa yang ia jalani sebagai profesi da’I
akan mendapat ujiannya sendiri yang menyimpang dari norma-norma kesopanan dan
agama. Sehingga mengingatkan kembali kisah-kisah para nabi terdahulu saat
menyebarkan agama dan mendapat tantangan atau cobaan dari sekelilingnya seperti
kisahnya nabi nuh anaknya sendiri tidak menaiki perahu bersama ayahnya dan
akhirnya tenggelam.1
1Margaretm.poloma,sosiologi
kontomporer.raja grafindo persada,Jakarta,2005 hal 229
|
cara
peyelesaiannya pun berbeda-beda. Menurut coser waluapun berat bagaimana
masalahnya ketika konflik meledak dalam hubungan-hubungan yang intim-intim yang
dimaksud adalah keluarga. Keluarga dalam hal ini mungkin bisa dari ayah, ibu,
anak ataupun istri, coser juga menegaskan bahwa tidak adanya konflik tidak bisa
dianggap sebagai petujuk kekuatan dan stabilitas dari hubungan konflik-konflik
yang diungkapkan dapat merupakan tanda-tanda dari hubungan-hubungan yang hidup
sedangkan tidak adanya onflik itu dapat berarti penekanan masalah-malah yang
menandakan kelak akan ada suasana yang benar-benar kacau.
Itulah gambaran dan pengertian konflik yang terjadi
dalam hati pak ustadz sebenernya dalam hatinya menangis, karena anaknya
mempunyai perilaku yang sangat menyimpang, seperti menyemir rambut diusia yang
masih duduk dibangku sekolah dasar perlakuan yang lainnya adalah bolos sekolah,
terus saat berbicara kurang begitu sopan dan seperti kebalikannya pada sang
ayahnya yang tugasnya menasehati para orang, tetapi anaknya malah membuat nama
baik ayahnya hancur dan retabilitas sebagai da’I menjadi tercoreng dan konflik
yang terjadi didalam diri pak ustadz ini konflik batin cara penyelesainnya pun
dengan cara berserah diri kepada allah dan tidak putus-putus menasehati
anaknya, agar kembali tidak menyimpang kalau dari segi anaknya. Sang anak ini
mempunyai konflik batin juga. Diisi hatinya dia terbujuk oleh temannya karena
di penasaran dan rasa ingin tahunya tinggi disisi yang lain dia sebenarnya
takut terhadap ayahnya yang seorang terpandang, apabila dia menyimpangkan yang
disoroti pertama kali adalah ayahnya hal ini pun sesuai dalam sosiologi kalau ayah
adlah tolak ukur sebuah keluarga yang harmonis.3
Selain teori koflik yang dapat diterapkan dalam diri
pak ustadz ini, teori dramartugi bisa juga diterapkan. Adapun pengertian
dramaturgi adalah bergaya diatas panggung sandiwara oleh bahasa teater telah
demikian mengkaetkannya didalam sosiologi dari mana studi ini diangkat maka
akan terlibat masalah nilai pada saat kita mencoba membicarakan masalah
panggung sandiwara dan disana memang kita pamerkan serta kita sajikan kehidupan
kita dan memang itulah seluruh waktu yang dimiliki. Akan tetapi seperti apakah
wujud panggung tersebut dan bagaimanakah sosok manusia yang terlibat
didalamnya.4
2Coser lewis
A, the functions of social conflict, the free press, new York, 1956 hal 113
3Aisyah siti,
pendidikan anak yang sesua dengan perkembangan, universitas terbuka,
Jakarta 2013 hal 24
4Sudarmisri,
sosiologi, pusat perbukuan dapertemen pendidikan nasional, Surakarta 2009
hal 73
|
Didalam sosiologi naturalitis individu dilihat
sebagai actor yang melakukan tindakan-tindakan semata-mata sebagia tanggapan
langsug terhadap rangsangan-rangsangan social yang melembaga. Sesuai dengan gambaran
manusia yang determinitasis maka isu tentang penasfsiran atau makna yang
diberikan pada interaksi social dilewatkan begitu saja sesuai dengan modal
naturalistis. Dalam sebagian besar teori itu hanya terdapat sedikit bukti
(dengan teori pertukaran sebagai kemungkinan pengecualian bahwa proses
pembentukkan dipandang sebagi bagian dari interaksi manusia).
Teori-teori social psikologis humanistis mencoba
mengeser penenkanan dari hasil ke proses dinamis para partisipan dlaam
interaksi, yang pada akhirnya menciptakan hasil itu. Ia lebih memberi tekanan
pada actor-aktor dari pada struktur social.
Erving goffan sebaliknya, sering digelongkan kedalam
ahli teori yang sangat memperhatikkan analisasi interaksi manuisia, tetapi
kritik-kritiknya melihat karya-karyanya sendiri sebaai terlalu menekankan bahwa
yang tindakan manusia ialah situasi-situasi yang memiliki struktur.
Goffman bukan memusatkan perhatiannya pada struktur
social. Dia lebih tertarik pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama
(EQ-Presence). Interaksi tatap muka itu dibatasinya sebagai individu-individu
yang saling mempengaruhi tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika
masing-masing berhadapan secara fisik” biasanya terdapat suatu arena kegiatan
yang terdiri dari serangkaian tindakan individu itu. Dalam suatu situasi
social, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu
penampilan (performance), sedang orang-orang .lain yang didalam situasi itu
disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya.para actor adalah mereka yang
melakukan tindakan-tindakan atau penampilan rutin (routine), Goffman (1959)16).
Membatasi routine sebagia “pada”tindakan yang telah ditetakan sebelumnya,
terungkap disaat melakukan pertunjukkan dan yang juga bisa dilakukan atau
diungkapkan dalam kesempatan lain. Didalam membahas pertunjukkan itu. Goffman
menyaksikan bahwa individu dapat menyajikan suatu pertunjukkan (show) bagian
orang lain, tetapi kesaan (im Pression) si pelaku terhadap pertunjukkan ini
bisa berbeda-beda. Seorang bisa merasa sangat yakin akan tindakan yang
diperlihatkannya, atau bisa pula bersikap sinis terhadap pertunjukkan itu,
disini contoh nyatanya seorang ustadz yang namanya pak munif ini, didalam
kehidupannya yang berfosi sebagai da’I ini harus berhati-hati dan kadang
dituntut untuk menjelaskan suatu maslah atau dalil oleh mad’unya dan harus
pandai-pandai memahami mad’u dan kondisi lapangan atau kenyataan, tetapi disisi
lain pak munif ini harus berinteraksi dengan keluarganya sendiri atau pun
tetangganya, ini gambaran tentang panggung depan dari dramartugi.
Adapun panggung belakangnya adalah walaupun ia
diluar sebagai seorang da’I yang disegani masyarakat tetapi dikehidupan
nyatanya ia mempunyai anak dan isteri dan mendapat ujian dalam hal prilaku
anaknya yang menyimpang dalam hatinya menangis karena dianggap sebagai orang
yang berpandangan tetapi telah gagal dalam hal mendidik puteranya sendiri,
tetapi harus percaya diri apabila saat memberikan ceramah didepan mad’unya
seolah-olah tidak ada masalah dalam keluarganya. Sehingga beban dalam hatinya
bertambah walaupun kadang disejumlah dakwahnya paramad’unya ada yang mengetahui
tentang keluarganya dan sekali menyakinkan langsung kepada pak ustadznya
langsung, tetapi bagaimanapun sisi belakangnya adalah pak ustadz hanyalah
mausia biasa yang kebetulan memperoleh ilmu yang lebih hingga diamalkan oleh
semua orang, sehingga disegani masyarakat. Sisilainnya pak ustadz juga sama
seperti lainnya yang mempunyai kehidupan dalam berumah tangga seperti yang
lainnya, tetapi karena beliau termasuk yang disegani oleh masyarakat, sehingga
mau tidak mau kehidupan keluarganya turut disorort oleh masyarakat khususnya
mad’unya. Sehingga mau tidak mau sisi depan dan belakang seorang ustadz munif
selalu disorot oleh mad’unya.5
Sedangkan menurut goffman langkah-langkah bertahan
adalah kesetian dramaturgi semacam
kewajiban moral untuk mendiamkan pelaksanaan mereka disiplin dramaturgi
(termasuk tetap berpegang pada bagiannya dan tidak terpengaruh oleh petunjuk
sendiri), dan kewaspadaan dramartugi (penggunaan metode yang tepat untuk
menyajikan pertunjukan itu telah ditentukkan sebelumnya) kesetian disiplin dan
kewaspadaan adalah merupakan tiga atribut esensial bagi keberhasilan tim
melaksanakan pertunjukkannya.
5Elisanti,rustini
tintin, soiologi, indrad jaya, Jakarta, 2007 hal 91
|
Seorang suami dan ayah dari anak yang masih kecil-kecil akam memperagakan
peranan yang berbeda dari peranan seorang suami pada umumnya (sebagai akibat
dari keterlibatannya yang lebih dekat dengan peranan sebagai ayahJ
karena ia dituntut untuk menjadi tokoh atau orang yang disegani masyarakat dan dituntut
untuk menjadi kepala rumah tangga yang baik baik yang bisa mengatur anak dan
iterinya.6
6http//arumpusparini.blogspot.com/201wednesday,Desember
5, 2014 at 09 :26
|
Gambaran yang bisa ditarik dari kejadian tersebut
adalah bahwa manusia didalam kehidupan kesehariannya seperti teori konflik yang
setiap insane mempunyai maslah, dengan orang lain atau dengan dirinya sendiri.
Dalam kejadian ini konflik dapat juga dimasukkan dalam teori dramartugi yang
intinya kehidupan sehari-hari seperti drama yang dipentaskan. Dimana ada
panggung depan dan panggung belakang dimana panggung depannya adalah seorang
ustadz yang dikagumi disegani masyarakat dan mad’unya, ataupun sisi belakangnya
adalah kehidupan nyata dalam keluarganya yang menjadi kepala keluarga dan ayah
dari anaknya yang kebetulan mempunyai perilaku menyimpang.
Dalam hal ini dimana tindakan yang dilakukan bisa
saja tidak sama dan bahkan jauh berbeda. Semua orang didlaam struktur social
akan terkena prinsip dramaturgi termsuk da’I kyai, ustadz, guru an rakyat.
Kalau kita perhatikan diri kita itu dihadapan pada tuntutan yang maksimal tiak
ragu-ragu melakukan apa yang dihadapkan diri kita, untuk memelihara citra diri
yang stabil dihadapan khalayak umum.
Daftar pustaka
Aisyah
siti, pendidikan anak yang sesua dengan perkembangan, universitas terbuka,
Jakarta 2013
Coser
lewis A, the functions of social conflict, the free press, new York, 1956
Elisanti,rustini
tintin, soiologi, indrad jaya, Jakarta, 2007
http//arumpusparini.blogspot.com/201wednesday,Desember
5, 2014 at og :26
Margaretm.poloma,sosiologi
kontomporer.raja grafindo persada,Jakarta,2005
Sudarmisri,
sosiologi, pusat perbukuan dapertemen pendidikan nasional, Surakarta 2009
0 komentar:
Posting Komentar